Probolinggo – Sejumlah pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) yang tergabung sebuah komunitas, rela membuat dan menjaul batu bata setiap mereka pulanh sekolah. Hal itu dilakukan untuk mengurangi beban biaya sekolah yang masih tergantung orangtua, Sabtu (2/11/2019).
Aktivitas ini mereka lakukan sejak dua tahun terakhir, sejak mereka lulus SMP hingga saat ini. Mereka memanfaatkan waktu untuk mendapatkan penghasilan dari membuat dan menjual batu bata, daripada dibuat main game, keluyuran yang gak jelas arah dan tujuan. Aktivitas mereka sangat terbilang kreatif dan tanpa harus punya rasa gengsi sedikitpun.
Mereka kerja mencetak batu bata sepulang sekolah hingga pukul 18.00 WIB. Mereka harus bekerja keras untuk penghasilan mereka setiap harinya, dan memanfaatkan musim kemarau di tahun 2019 ini. Setiap harinya, mereka mampu mencetak batu bata sebanyak 10 ribu lebih batu bata.
Tak memiliki rasa canggung dan gengsi, para pelajar ini langsung melepas seragamnya dan mereka langsung semangat berkerja. Setiap harinya mereka bisa mendapat penghasilan yang lumayan banyak hingga puluhan ribu rupiah, setelah batu bata yang mereka cetak dibakar dan laku terjual.
Tanah untuk diolah menjadi batu bata mengambil dilahan yang mereka sewa di Desa Alastengah, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Mereka juga harus membeli sekam untuk campuran tanah yang dijadikan batu bata agar kuat.
Muhammad Faiz salah satu siswa pembuat batu bata mengatakan, ia memilih untuk menjadi pembuat dan penjual batu bata karena ingin meringankan beban orngtuanya untuk biaya sekolah dan jajan setiap harinya. Per hari ia mengaku mendapat penghasilan Rp 80 ribu, tergantung giatnya bekerja mencetak batu bata.
“Hasil dari kerja keras ini saya gunakan untuk kebutuhan sekolah dan uang jajan setiap harinya, senang bisa meringankan kedua orangtuan dalam hal ekonomi, dari pada waktu digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat”, kata Fais.
Meskipun masih disibukkan dengan dunia pendidikan kata Faiz, ia merasa tidak terganggu dengan pekerjaannya tersebut, sebab ia mempunyai waktu khusus untuk memproduksi batu bata tersebut.
Fathul munir selaku koordinator usaha batu bata dalam komunitas pelajar itu mengatakan, dirinya merasa senang karena pemuda di desanya masih mau bekerja bersama lumpur di saat kebanyakan pemuda yang semakin asyik dengan dunia gadget.
“Dulu banyak siswa yang kerja seperti ini, berhubung sudah lulus jadi sekarang tinggal beberapa orang saja. Namun, kami sebagai pelajar terus berkarya dan tanpa rasa malu membuat dan menjual batu bata untuk meringankan orangtua membiayai sekolah kami”, tandasnya.