PPNI Jatim Putuskan Perawat RS NH yang Lakukan Pelecehan Seksual pada Pasien Tidak Langgar Kode Etik

Surabaya, Jatimpost.com – Terkait kasus pelecehan seksual yang melibatkan perawat ZA dengan pasien RS National Hospital Surabaya, Dewan Penungurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Timur memutuskan ZA tidak melanggar kode etik. Hal tersebut diputuskan melalui Majelis Kode Etik Keperawatan Indonseia (MKEKI) dalam sebuah surat yang beredar, Rabu (7/2/18).

Dalam surat itu disebutkan, ZA tidak melanggar kode etik. Sidang etik itu sendiri dihadiri oleh pimpinan DPW PPNI Jawa Timur, Ketua DPD PPNI Kabupaten/Kota se-Jawa Timur, keluarga tersangka dan tim kuasa hukumnya. Pihak Majelis menyebut ada dua hal yang mendasari ZA yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Surabaya tak terbukti melanggar kode etik.

Berikut Isinya :

  1. Hasil telusur ke Rumah Sakit National Hospital Surabaya :

a. Berdasarkan observasi situasi di Recovery Room, tidak memungkinkan jika perawat akan berbuat yang tercela kepada pasien karena di ruang tersebut terdapat ruang admin dan hanya dibatasi oleh kelambu / tirai.

b. Pihak manajemen rumah sakit menyatakan bahwa selama bekerja (Mulai Bulan Juni Tahun 2012) Perawat ZA tidak pernah melakukan tindakan indisipliner, maupun tindakan lain yang tercela.

Surat persidangan majelis kode etik keperawatan (Foto: Dok. PPNI Jatim)

2. Standar prosedur operasional tentang pemasangan dan pelepasan elektroda EKG yang berlaku merupakan tugas dan kewenangan perawat, dan Perawat ZA telah melaksanakan tugas sesuai SPO yang berlaku. Tindakan yang dilakukan oleh perawat ZA dalam melepas elektroda dan disangkakan oleh pasien W telah melakukan tindakan tidak etis, bukan merupakan pelanggaran etik karena :

a. Bukan merupakan kesengajaan, karena posisi elektroda ada di intercosta 3-4, beresiko menyentuh area payudara saat perawat ZA melepas elektroda.

b. Perawat ZA mempunyai pengetahuan tentang SPO pelepasan elektroda EKG, karena perawat ZA lulusan D3 Keperawatan dan sudah bekerja lebih dari 5 tahun, dan telah mendapatkan pelatihan yang baik serta telah mendapatkan surat keterangan klinis (clinical prevelage).

c. Berdasarkan penjelasan manajer National Hospital Surabaya, tidak ada peraturan yang menyatakan bahwa pasien perempuan harus dirawat perawat perempuan atau pasien laki laki harus dirawat oleh perawat laki-laki.

d. Tidak ditemukan adanya dampak (nonmaleficiency) pada pasien W.

Padahal menurut pasien yang menjadi korban pelecehan, melalui dua video yang beredar di media sosial hingga WhatsApp group, ZA melakukan pelecehan. Dalam video pertama, korban itu tampak menangis dan diapit dua perawat wanita yang mencoba menenangkannya. Dia kemudian menunjuk seorang perawat laki-laki di depannya.

“Kamu ngaku dulu, kamu remas payudara saya kan? Dua atau tiga kali?” ujar korban.

Perawat pria yang diduga sebagai pelaku pelecehan seksual itu hanya diam dan menunduk. Video kedua masih dengan latar yang sama. [aw]