Jatimpost.com – Politisi PKB Jawa Timur Aisyah Lilia Agustina menggunakan kesempatan resesnya untuk sosialisasi UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren kepada masyarakat Nganjuk, pengurus PCNU Nganjuk dan kader-kader Badan Otonom NU. Sosialisasi UU Pesantren menjadi penting karena untuk memberikan informasi kepada masyarakat bahwa pendidikan yang berlangsung di pondok pesantren saat ini sudah diakui oleh negara.
“UU ini menjadi pintu dan jalan untuk mengembalikan pendidikan pesantren sebagai lembaga pendidikan nasional,” ungkapnya, Selasa (26/11/2019) di gedung PC NU Nganjuk.
Berlakunya UU pesantren tersebut secara otomatis menyetarakan pendidikan pesantren dan pendidikan umum. Sehingga santri dan alumni pondok pesantren juga memiliki kesempatan yang sama untuk melanjutkan pendidikan hingga keperguruan tinggi. Selain itu, santri juga memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing di bursa pasar kerja.
“Jadi ijazahnya sama-sama diakui dan ini menjadi kabar baik untuk santri,” katanya.

Anggota Fraksi PKB DPRD Jawa Timur itu mengatakan bahwa UU tersebut juga mengamanatkan pesantren bisa mengakases anggaran yang ada di APBN, dan APBD. Adanya akses tersebut, pesantren bisa melakukan pengadaan untuk memenuhi sarana dan prasarana pendidikan. Akses tersebut untuk melahirnya keseimbangan pembangunan, sarana dan parasarana pendidikan berbasis pesantren dan pendidikan umum.
Aisyah kemudian memaparkan data dari Kementerian Agama 2013 bahwa di Jawa Timur terdapat 6.561 lembaga pondok pesantren dengan total 950.899 santri. Data tersebut kemudian membuat Fraksi PKB DPRD Jawa Timur berinisiatif membuat Raperda Pesantren. Raperda usulan dari PKB itu sudah masuk dalam Program Pembuatan Peraturan Daerah (Propemperda) Jawa Timur 2020. Sehingga diharapkan pada tahun depan Raperda tersebut bisa selesai dan disetujui sebagai perda pesantren yang memberikan manfaat untuk santri dan pesantren.
“Raperda ini untuk memberikan pengakuan dan melindungi ciri khas dan metode pengajaran di setiap pesantren yang ada di Jawa Timur. Karena setiap pesantren memiliki perbedaan metode, kurikulum pendidikan yang berbeda-beda,” jelas pengurus PW Muslimat NU Jatim itu.