Jakarta – Tersangka kasus suap proyek PLTU Riau-1, Idrus Marham, mengaku akan memberikan keterangan sedetail-detailnya tentang kasus tersebut dalam persidangan nanti.
“Prinsip saya bahwa memang semua harus dibuka di persidangan,” tutur Idrus, saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Kosupsi Jakarta, Selasa (12/2/2019).
Mantan Sekjen Golkar itu menegaskan akan buka-bukaan soal keterlibatannya di persidangan nanti. Menurutnya, upaya itu dilakukan dengan sadar dan dalam rangka menegakkan hukum yang melilitnya.
“Kalau menegakkan hukum untuk keadilan, fakta-fakta hukum itu menjadi dasar, fakta-fakta persidangan menjadi dasar,” sambungnya.
Mengenai rencana Direktur Utama PLN Sofyan Basyir akan memberikan keterangan sebagai saksi di sidang hari ini, mantan menteri sosial itu tidak bisa menjawab.
“Tidak tahu, saya nanti dianggap tukang sulap. Nanti saja ya, tanya setelah persidangan,”pungkasnya.
Dari informasi yang dihimpun, sidang kali ini beragendakan pemeriksaan saksi. Ada tiga saksi yang akan dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK di persidangan. Adapun saksi yang akan dipanggil diantaranya, Direktur Utama PLN Soyan Bashir, Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan dan Wasekjen Partai Golkar Sarmuji.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Idrus Marham bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019, Eni Maulani Saragih terlibat menerima uang Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Di dalam surat dakwaan disebutkan, penyerahan uang dari Kotjo kepada Eni atas sepengetahuan Idrus Marham. Idrus saat itu mengisi jabatan ketua umum Golkar, karena Setya Novanto tersangkut kasus korupsi pengadaan e-KTP.
JPU pada KPK menduga Idrus berperan atas pemberian uang dari Kotjo yang digunakan untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar. Idrus disebut meminta agar Kotjo membantu keperluan pendanaan suami Eni Maulani saat mengikuti pemilihan kepala daerah.
Atas perbuatan itu, Idrus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.