SURABAYA – Gubernur bersama Bupati dan Walikota serta Ketua DPRD se Jatim kembali melakukan komitmen penandatanganan bersama pemberantasan Korupsi Terintegrasi bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penandatanganan komitmen pemberantasan korupsi terintegrasi dilaksanakan di Gedung Negara Grahadi, Rabu (7/3) dan langsung disaksikan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarif dan Ketua DPRD Jatim, A Halim Iskandar, Kapolda Jatim, Irjen Pol Mahfud Arifin, Kajati Jatim, Maruli.
“Kami harap Penandatanganan komitmen Pemberantasan Korupsi integrasi ini tidak hanya seremoni saja, tapi dilaksanakan dan diterapkan di Kabupaten/Kota di Jatim, sehingga tidak ada lagi pejabat di Jatim terlibat korupsi lagi dan ditangkap KPK,” tegas Laode M Syarif saat penandatanganan pemberantasan korupsi Terintegrasi.
Loede menyampaikan, kegiatan ini bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya tindak pidana korupsi di berbagai daerah termasuk kabupaten/kota yang ada di Jatim. “KPK ingin komitmen dan area yang akan dihilangkan dari korupsi di kabupaten/kota yaitu mulai pengadaan barang dan jasa, sistem perijinan, pengelolaan anggaran keuangan dan peningkatan kualitas internal pemerintah,” ujarnya.
Laode menambahkan, proyek pengadaan barang yang dikorupsi pasti terlihat. Biasanya pelaksana proyek tersebut akan mengajukan dana yang besar, tapi realisasinya tidak seberapa. “Oleh karena itu, untuk Unit Layanan Pengadaan (ULP, red) kami harap dikelola secara mandiri, sehingga tidak ada korupsi barang dan jasa,” ujarnya.
Gubernur Jatim, H Soekarwo mengatakan, Provinsi Jawa Timur menyambut positif adanya komitmen dan koordinasi penyusunan penindakan korupsi yang dilakukan oleh KPK di Provinsi Jatim. “Koordinasi dan pencegahan KPK dan BPKP ini penting dilakukan. Dan dibawahnya Gubernur serta Kapolda, dan Kajati di Jatim bersama kabupaten/kota akan bersama sama melakukan kegiatan pencegahan korupsi ini,” ujarnya.
Ia menyampaikan, berdasarkan kajian Kemendagri, ada beberapa area rawan yang dikorupsi. Pertama pada tahapan penyusunan APBD. “Untuk mengatasi hal ini, penyusunan APBD harus ditulis dengan lebih detil perihal dananya, kegiatan yang dilakukan dan berapa budget yang dibutuhkan. Tak hanya itu, kini semua hal juga akan dialihkan ke sistem digital agar lebih mudah dalam pengawasan dan pengendalian,” papar Pakde Karwo sapaan akrabya Gubernur Jatim, Soekarwo.
Area rawan korupsi kedua adalah pengelolaan pajak dan retribusi daerah. Karena di situ, penerimaan uang pajak masing-masing daerah cukup tinggi. Area rawan korupsi ketiga adalah pengadaan barang dan jasa. Sedangkan yang keempat dan kelima, ada di belanja hibah dan bantuan sosial, juga di belanja perjalanan dinas.
Guna menanggulangi hal ini, Pakde Karwo berupaya mengubah kebiasaan antre korupsi menjadi anti korupsi. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Jatim mengadakan penandatanganan komitmen bersama untuk program pemberantasan korupsi yang terintegrasi. “Saya berusaha untuk mengubah kebiasaan antre korupsi jadi anti korupsi,” ujarnya.