Bondowoso Bangkit Mandiri

Bondowoso, Jatimpost.com –  Predikat kabupaten tertinggal cukup menjadi cambuk bagi masyarakat Bondowoso untuk lebih giat lagi mengejar ketertinggalannya dari berbagai sektor. Kondisi geografis KabupatenBondowoso yang tidak memiliki jalur lalu lintas ekonomi regional dan nasional,sertatidakmemilikiwilayahlaut (terkurung daratan) di wilayah Tapal Kuda Jawa Timur, turut melengkapi kesulitannya untuk bangkit dari peringkat kurang baik sebagaimana tertuang dalam PeraturanPresiden (Perpres) Nomor 131/2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015–2019, yang ditandatangani pada (4/11/2015) lalu.

Kabupaten Bondowoso dapat dibagi menjadi tiga wilayah: Wilayah barat merupakan pegunungan (bagian dari Pegunungan Iyang), bagian tengah berupa dataran tinggi dan bergelombang, sedang bagian timur berupa pegunungan (bagian dari Dataran Tinggi Ijen). Bondowosoterdiridari 23 Kecamatan, 10 Kelurahandan 209 Desa, yang merupakan satu-satunya kabupaten di daerah Tapal Kuda yang tidak memiliki garis pantai.

Predikat serta letak geografis yang kurang menguntungkan tersebut, telah berkembang menjadi isu-isu krusial. Mulai kepincangan yang tampak, baik pada ketenagakerjaan maupun pendidikan, menjadi salah satu aspek yang berdampak pada lingkungan. Pencemaran air, penjarahan hutan, pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali. Kesemuanya adalah permasalahan yang secara umum ternyata telah menurunkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Namun, tidak semua masyarakat Bondowoso menganggap predikat kota tertinggal tersebut adalah sebuah gelarburuk yang harus ditangisi. Ada beberapa kelompok masyarakat, justru menganggapnya sebuah peluang untuk menggali potensi diri, serta memacu akan tumbuh kembangnya pertumbuhan ekonomi kerakyatan dengan merevitalisasi pasar-pasar tradisional, dimana rakyat menjadi subjek dan objek dalam pelaku pasar yang nantinya tidak mudah terdampak oleh gejolak ekonomi nasional.

Di kota yang terkenal dengan ikon kota tape tersebut belakangan ini, nampak terlihat perbaikan disegala bidang. Mulai dari tata kota, peningkatan infrastruktur yang memadai, serta membuka lapangan-lapangan pekerjaan baru untuk menopang taraf ekonomi masyarakatnya.

Kompleksnya permasalah yang dihadapi, menuntut para pemangku kebijakan ditingkat eksekutif maupun legeslatif benar-benar hadir ditengah-tengah masyarakat. Kebijakan yang mempunyai keberpihakan kepada rakyat, sudah barang tentu menjadi faktor pendukung utama untuk kembali membangkitkan gairah ekonomi masyarakat, tanpa harus menimbulkan masalah-masalah baru di lingkungannya.

Selanjutnya dengan mengedepankan prinsip Transparansi dan Akuntabilitas bagi Badan Publik, maka diharapkan agar seluruh komponen kebijakan (PemerintahdanMasyarakat) dapat berperan aktif dalam upaya mewujudkan tata kelola Pemerintahan yang baik.